LOGIKA DULU ATAU LOGISTIK DULU?


Penulis : Oki Kurniawan

Pernah mendengar
ungkapan ini, “Logika ngga jalan tanpa logistik” ? Atau Anda pernah mengalaminya? Bagi sebagian orang mungkin ungkapan ini sangat populer. Tapi bagi yang belum pernah dengar ungkapan ini mungkin akan sedikit menyernyitkan dahi dan memaksa otaknya untuk berfikir tentang maksud dari kalimat ini. Secara umum, maksud dari ungkapan ini adalah kita tidak bisa berfikir ketika tidak ada makanan. Bisa juga dikatakan bahwa ketersediaan makanan (logistik) merupakan sebuah prasyarat agar akal fikiran (logika) kita berfungsi. Tiada logistik maka logika tidak berfungsi.
            Namun, apakah benar yang terjadi demikian? Apakah logistik bisa membatasi logika? Atau sebaliknya, logika bisa menghasilkan logistik? Mana yang lebih sering muncul dalam kehidupan sehari-hari?  
            Dalam psikologi belajar, memang dianjurkan untuk belajar dalam keadaan tidak lapar. Karena kondisi yang lapar akan membuat fikiran sulit untuk konsentrasi. Begitu juga ketika kelebihan logistik (baca: terlalu kenyang), belajar pun terasa berat. Muncul lagi ungkapan, “laper bego, kenyang ngantuk”.  
            Selain itu, banyaknya kasus kriminalitas yang terjadi tidak jarang karena bermotifkan urusan perut. Ketika lapar manusia cenderung tidak berfikir sesuai dengan logika yang sehat. Tidak jarang karena ingin makan, manusia bisa memakan temannya sendiri. Bisa dengan mencopet, merampas, korupsi bahkan sampai membunuh manusia lain. Teringat ketika terjadi gerakan reformasi tahun 1998 di Indonesia. Ketika itu bangsa kita sedang mengalami krisis di berbagai dimensi. Yaitu krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, dan krisis kepemimpinan. Ketika terjadi krisis tersebut, terutama krisis ekonomi, banyak rakyat yang menjadi pengangguran, harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi, sehingga banyak rakyat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan logistiknya. Akhirnya masyarakat marah dan melakukan berbagai demonstrasi dan kerusuhan.
            Berbicara mengenai logistik, tentu bukan hanya soal makanan saja. Tetapi juga berkaitan dengan faktor ekonomi serta sumber-sumber kekayaan yang lainnya yang bisa menjamin keberlangsungan hidup manusia. Dengan demikian, ketersediaan logistik memang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mengalami bahwa logika juga bisa menghasilkan logistik. Hampir semua orang menggunakan otaknya dan kemampuan berfikirnya untuk dapat menghasilkan logistik. Setiap hari ada orang yang rela menguras otaknya dan berfikir mengenai mau makan apa besok. Itu artinya logika merupakan prasyarat untuk bisa menghasilkan logistik. Tiada logika maka tiada logistik. Tidak berfikir, maka tidak bisa menghasilkan sumber daya untuk membeli logistik.
Banyak orang berfikir hendak mendirikan usaha atau pekerjaan apa, demi mencapai kebutuhan dirinya dan juga orang di sekitarnya.  Seperti seorang presiden yang menggunakan logikanya untuk memikirkan tentang bagaimana mencukupi kebutuhan logistik seluruh masyarakatnya.
Nampaknya kita harus segera mengubah paradigma kita yang awalnya mengatakan bahwa “Tiada Logistik, logika ngga jalan” menjadi “Tiada logika, Logistik pun tak ada”. Kita menyadari urgensi dari keberadaan logistik untuk keberlangsungan hidup kita. Namun, logika harus mesti diutamakan. Dunia ini penuh dengan persaingan, terlebih pada persaingan memperoleh logistik dan sumber daya ekonomi lainnya. Dan logika juga berguna untuk mengatasi keterbatasan logistik yang ada dimuka bumi saat ini. Efektifitas dan efisiensi penggunaan logistik perlu diutamakan demi mencapai prinsip keadilan, kelestarian, dan kesejahteraan seluruh umat manusia. dan itu bisa dilakukan dengan cara berfikir dengan akal sehat, bukan dengan ketamakan menguasai logistik.
Imam Khomeini pernah berkata, Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Jangan dijadikan hidup ini hanya untuk mencari makan. Tapi makan secukupnya untuk bertahan hidup. Ucapan ini mengajarkan kesederhanaan kepada kita. kita tidak akan pernah mati, ketika kita tidak makan daging selama 1 minggu, kita tidak mati lantaran tidak makan spagetti selama setahun. Tapi kita mungkin bisa mati, lantaran tidak makan apa-apa selama seminggu. 
Orang yang bijak adalah orang yang akalnya bisa menguasai perutnya. Daripada dikuasai oleh perutnya. Otak merupakan pusat dari seluruh kegiatan manusia, bukan perut atau nafsunya. Tuhan telah menciptakan bumi dan seluruh isinya dengan ukuran yang cukup untuk seluruh umat manusia. Keserakahan manusia-lah yang meyebabkan kemiskinan dan kesenjangan di dunia.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SURAT CINTA UNTUK RASULULLAH SAW

SKRIPSI SAYA KO’ BELUM SELESAI-SELESAI YA?