BBM NAIK ? SO WHAT GITHU LOCH…!!!!


Perdebatan mengenai perlukah BBM itu dinaikan menjadi salah satu trending topic yang sangat rajin disuguhkan oleh media massa, selain tentang ex post proyek wisma atlet di Palembang yang menyeret elit politik di Senayan, dan munculnya Orang Kaya Baru (OKB) dari kalangan pegawai pajak.
Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa BBM bersubsidi (premium dan solar) dinaikkan? Bukankah sebagian besar dari rakyat Indonesia menggunakan BBM yang bersubsidi tersebut?
Jika dahulu bangsa kita menjadi eksportir minyak, akan tetapi saat ini Indonesia merupakan negara importir minyak. Konsumsi minyak Indonesia per hari berkisar antara 1,2 juta barel, sementara yang bisa dihasilkan dari kilang-kilang minyak yang ada di Indonesia rata-rata sebesar 905 ribu barel per hari. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 700 ribu barel yang bisa diolah menjadi BBM yang baru per harinya. Sehingga sisanya kita harus mengimpor. (detik.com)
Saat ini harga minyak dunia yang melonjak naik sangat tinggi yaitu berada di US$ 106 – US$ 121,40 per barel. Sedangkan, asumsi harga BBM yang ada dalam APBN 2012 sebesar US$ 90 per barel. Harga minyak dunia yang melebihi asumsi yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2012 ini merupakan pukulan bagi APBN kita, yang mengakibatkan pos subsidi mengalami pembengkakan. Semakin besar harga minyak dunia, maka akan semakin besar pula subsidi BBM oleh negara. Jika anggaran untuk subsidi itu terlalu besar, maka dapat berpengaruh terhadap pembiayaan program-program lain yang telah dicanangkan dalam APBN 2012.
Memang, satu sisi kita bisa menyalahkan pemerintah yang tidak bisa berasumsi dengan tepat atau mendekati tepat. Situasi dunia saat ini tengah memanas, terjadinya embargo minyak Iran oleh Uni Eropa, dan Amerika, dan juga krisis ekonomi yang masih mendera beberapa negara di Eropa, mengakibatkan ketidakstabilan kondisi ekonomi dan politik dunia. Dan kondisi ini akan diperparah jika Iran benar-benar melakukan blokade di Selat Hormuz. Jika Selat Hormuz ditutup, maka arus perdagangan melalui laut akan mengalami jarak yang lebih jauh sehingga hal ini akan menambah ongkos penyaluran barang. Ditengah kondisi global yang kian memanas, Indonesia sebagai bagian dari dunia global, mau tidak mau juga akan terkena dampak dari situasi tersebut, meskipun Indonesia tidak melakukan embargo terhadap minyak Iran ataupun tidak mengalami krisis ekonomi seperti Yunani dan Italia. Kondisi-kondisi demikian yang barangkali tidak dipertimbangkan oleh pemerintah dalam mengasumsikan harga minyak dunia.
Di tengah “Perang Minyak” antara AS yang didukung oleh Eropa dan sekutu versus Iran, yang mengakibatkan harga minyak melambung tinggi tersebut, pemerintah Indonesia haruslah bisa memainkan strategi agar jangan sampai mereka yang berperang namun rakyat kita yang menjadi korban. Ada hal yang bisa dimanfaatkan dari kondisi tersebut yaitu dengan mengincar minyak Iran dengan harga diskon. Pemerintah bisa bernegosiasi dengan Iran, untuk membeli minyak dari Iran, namun dengan harga diskon yang sangat menarik.
Memang banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi besarnya subsidi ini, diantaranya dengan membatasi penggunaan BBM bersubsidi, atau dengan melakukan konversi penggunaan BBM menjadi BBG. Namun, langkah jangka pendek yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi besarnya subsidi pada konsumsi BBM ini. Selama ini, penggunaan BBM bersubsidi seringkali disalah gunakan. Adanya disparitas harga yang terlalu jauh antara BBM bersubsidi dengan BBM yang tidak disubsidi, seringkali menjadi penyebab subsidi BBM tidak tepat sasaran. Jika subsidi BBM dikurangi maka akan menaikkan harga BBM. Sehingga kesenjangan harga BBM bersubsidi dengan BBM yang tidak bersubsidi menjadi semakin kecil. Dan hal ini diharapkan mampu untuk mengurangi tindak penyalahgunaan penggunaan BBM bersubsidi.
Dengan mengurangi subsidi BBM (read: menaikkan harga BBM), diperkiran akan mampu menghemat pengeluaran untuk subsidi BBM sebesar Rp 27 triliun. Namun, sebagaimana biasanya, setiap kali BBM naik maka yang terjadi adalah inflasi. Dimana harga-harga barang kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan harga. Dan yang paling terpukul adalah warga miskin. Sudah tidak menikmati subsidi, harus juga mengalami kenaikan harga barang kebutuhan.  
Untuk mengatasi dampak inflasi tersebut, pemerintah kembali mengeluarkan janji bahwa pemerintah akan memberikan berbagai kompensasi-kompensasi dana subsidi BBM tersebut, diantaranya dengan pembagian kupon angkutan umum atau bus gratis untuk siswa sekolah, penambahan jatah raskin, kompensasi bantuan pendidikan, dan juga penambahan jumlah beasiswa, kata Menteri ESDM, Jero Wacik, seperti yang diwartakan dalam koran Tempo edisi 29 Februari 2012.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, apakah penyaluran kompensasi subsidi BBM di tahun 2008 telah tepat sasaran? Apakah dana BLT yang diterima oleh masyarakat miskin sebesar Rp 300 ribu per tiga bulan telah mampu meningkatkan taraf hidup rakyat miskin? Mungkin kita akan sama-sama menjawab, tidak! Tidak jarang dibeberapa daerah di Indonesia penyaluran dana BLT menjadi sebuah masalah baru. BLT yang merupakan singkatan dari Bantuan Langsung Tunai, nampaknya harus berganti nama menjadi Bantuan Langsung Tewas, karena tidak sedikit ada warga yang meninggal akibat berdesak-desakan ketika mengantre mengambil BLT.
Harga solar dan premium sudah pasti akan naik di tahun ini. Banyak dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan tersebut, mulai dari penyelamatan APBN sampai pada terjadinya inflasi. Jika harga BBM bersubsidi tidak naik pun, juga akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi perekonomian kita.
Mau dilakukan atau tidak, suatu kebijakan akan senantiasa mengalami sisi negatif dan positif, tergantung diri kita menggunakan kacamata seperti apa untuk memandang kebijakan tersebut. Dari kacamata positif-kah atau kacamata negatif? Yang jelas, sebagai insan akademis dan kelas menengah, kacamata ilmiah-lah yang harus kita pakai untuk menilai suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, objektif dan bebas kepentingan.
Apakah kebijakan menaikkan harga solar dan premium ini dianggap tepat? Semua masih menjadi perdebatan. Yang sudah pasti adalah bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kita semua hanya tinggal menunggu kapan waktunya dan berapa besar kenaikannya tersebut. Pemerintah pun telah mengeluarkan opsi kenaikan harga BBM berkisar Rp 1.500, atau Rp 2.000 ini yang masih dibahas oleh pemerintah dengan komisi VII DPR.
Jangan sampai ada kata Soooo Whattt… ketika mendengar kenaikan harga BBM bersubsidi. Karena kita sama-sama memiliki kepentingan terhadap BBM bersubsidi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.  

Oleh : Oki Kurniawan
1 Maret 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA DULU ATAU LOGISTIK DULU?

Tak Melulu Salah Menitipkan Anak pada Orang Tua

SURAT CINTA UNTUK RASULULLAH SAW