OPERA VAN JAKARTA, LAKON “PILGUB DKI JAKARTA 2012”


Oleh: Oki Kurniawan
بــــسم الله الرّحمن الرّحيم

            Pemiihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta memasuki babak final. 20 September 2012 nanti adalah penentuan dimana suara rakyat merupakan asal-muasal serta tujuan dari kekuasaan di Ibukota Negara Indonesia. Pasca pertarungan di putaran pertama, serba-serbi pilgub DKI semakin menarik untuk diikuti. Kita bisa melihat bagaimana dagelan politik yang disuguhkan oleh para elit partai politik, tim sukses pasangan kandidat, serta dari kandidat itu sendiri. Mulai dari isu SARA, geliat koalisi parpol, sampai dengan pertarungan antara ‘tim sego kucing’ vs ‘pasukan nasi bungkus’, semuanya dilakukan untuk menjatuhkan lawan politiknya. Meskipun terkadang pelontaran isu tersebut dilakukan tanpa ada fakta serta bukti yang kuat.

Lihat saja, ketika H. Rhoma Irama dalam sebuah ceramahnya menyebutkan bahwa ibunda dari Jokowi adalah orang non-Muslim. Dan ternyata, Bang Haji Rhoma Irama bisa mengatakan demikian hanya berbekal informasi dari internet. Sayangnya, Ia tidak menyebutkan link atau situs apa Ia melihat informasi tersebut. Ini ‘kan lucu namanya. Boleh saja mendakwahkan untuk memilih pemimpin yang seiman, asalkan dakwah tersebut disampaikan dengan tidak menebar fitnah. Ulama adalah penerusnya para nabi. Sifat utama dari para nabi adalah jujur. Jadi, ulama yang tidak jujur, apa masih bisa disebut sebagai ulama? Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang dihalaman rumah Bang Haji. Ter…la…lu… @_@
Seorang ulama sama seperti akademisi, Ia boleh salah, tapi ngga boleh bohong. Berbeda dengan politisi, para politisi ngga boleh salah, tapi boleh berbohong.
             Dagelan berikutnya adalah tentang berbondong-bondongnya partai politik merapat ke kubu incumbent, Foke-Nara. Padahal, diputaran pertama, calon-calon yang diusung oleh partai politik ramai-ramai menyerang Foke-Nara. Partai Golkar dan PPP, yang awalnya mengusung Alex Noerdin-Nono Sampono, kini beralih mendukung pasangan Foke-Nara. Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum PPP mengatakan bahwa alasannya mendukung Foke-Nara adalah karena memiliki kesamaan ideologi. Pertanyaannya, jika PPP dan Foke-Nara memiliki kesamaan ideologi, mengapa tidak dari putaran pertama saja mereka berkoalisi? Ini ‘kan merupakan candaan yang kuno, kamseupay, kata anak muda metropolitan zaman sekarang.   
            Dagelan politik yang lebih lucu menurut saya adalah tentang merapatnya PKS dan jagoannya, Hidayat Nur Wahid (HNW) untuk berkoalisi dengan Foke-Nara. Padahal, di putaran pertama, HNW pernah mengkampanyekan, Jangan memilih cagub yang sedang berurusan dengan KPK. Siapa saja cagub yang sedang berurusan dengan KPK? Kita ketahui ada Alex Noerdin yang pernah dipanggil oleh KPK terkait kasus Wisma Atlet Sea Games tahun 2011 di Palembang, dan juga ada bapak Fauzi Bowo yang dilaporkan oleh wakil gubernurnya sendiri, Prijanto, atas dugaan penyalahgunaan APBD DKI Jakarta. Namun, inilah dunia politik, penuh dagelan yang kocak, sampai membuat kita geli sendiri. Kenapa HNW kini mendukung Foke? Apakah HNW menderita amnesia? Ahhh, saya tidak ingin su’udzon sampai kesitu.
HNW dan PKS telah mengemukakan alasannya berkoalisi dengan Foke-Nara, alasannya, karena Foke-Nara mau mengakomodasi program kerja yang diusung oleh Hidayat-Didik, dan PKS juga meminta Foke untuk merubah perangainya menjadi lebih halus. Namun sayang, tidak beberapa lama setelah deklarasi dukungan PKS ke kubu Foke-Nara tersebut, muncul video foke yang lebih heboh daripada video Keong Racun, Shinta-Jojo, “Loe nyolok siapa? Klo nyolok Jokowi, bangun aja sono di Solo”, begitulah kata Foke saat mengunjungi korban kebakaran di Karet Tengsin, pada pertengahan bulan Ramadhan lalu. Seandainya saya yang ditanya oleh bapak gubernur, saya akan jawab, “Ane ‘kan cinte sama bapak, ngga rela donk ane nyolok-nyolok kumis bapak, nanti rusak foto bapak yang ganteng itu rusak lagi. Mendingan, ane ngerusakin fotonya Jokowi, nyolok Jokowi di surat suara”. Hehe.. Piss. pak Foke.  
Lanjut, merapatnya HNW dan PKS ke kubu Foke-Nara juga mengungkapkan adanya indikasi politik transaksional. Disebutkan dalam warta berita online, tempo.co, koalisi antara Foke-Nara dan PKS juga disertai adanya mahar dari Foke-Nara kepada PKS sebesar 20 Milyar, dan PKS juga menjanjikan 500.000 suara kader serta simpatsan PKS untuk Foke-Nara. Apakah berita ini benar? Jika hal ini benar, maka 1 suara dari kader dan simpatisan PKS dihargai sekitar Rp 40.000 untuk memilih Foke pada tanggal 20 September 2012 nanti. Masa sih kader serta simpatisan PKS mau dibayar suaranya sebesar 40 ribu rupiah untuk 5 tahun? Kalau mau dihitung lebih lanjut, kader serta simpatisan PKS hanya dikasih uang Rp 8ribu pertahun untuk suaranya dalam pilgub DKI Jakarta. Saya rasa, kader PKS tidak sebodoh itu. Dan rasanya para kader serta simpatisan PKS juga tidak mau suaranya dibeli dengan harga Rp 40ribu untuk waktu 5 tahun. Ayo para kader dan simpatisan PKS, istiqomah dengan pernyataan ustadz HNW, jangan pilih pemimpin yang sedang berurusan dengan KPK. Dan terlalu sedikit uang Rp 40 ribu untuk 5 tahun untuk membalas sakit hati di tahun 2007.
Dagelan berikutnya adalah pada Jokowi dan Ahok itu sendiri. Secara fisik Jokowi itu kurus, ngga ada potongan menjadi gubernur. Nanti kalau dapat ajudan yang badannya lebih kekar, bisa-bisa yang disalami, ajudannya terus. Haha…
Ahok apalagi, udah tau beragama non-Islam dan chinese, masih aja nekat untuk ikutan di pilgub DKI tahun 2012 ini, jadi dah tuhh dia bulan-bulanan lawan politiknya. Dari isu politikus kutu loncat, tidak amanah, sampai serangan SARA dilontarkan ke Ahok. Dan Lucunya, dia masih tetap saja ikut mendampingin Jokowi maju di pilgub DKI tahun ini. Ada ya orang seperti Ahok, di Jakarta ia menjadi kaum minoritas, kadang-kadang sering dijadikan kambing hitam. Semoga sabar ya koko Ahok.  Memang sulit untuk mencari titik lemah dari pasangan ini, selain dari sisi SARA dan komitmen pada kepemimpinannya.
Dagelan berikutnya ada di forum dunia maya, antara simpatisan Jokowi-Ahok versus simpatisan Foke-Nara. Hal ini bisa kita lihat di berbagai komentar pada berita di situs detik.com, forum kompasiana, atau warta online lainnya. Juga bisa dilihat di fanpage facebook masing-masing tim. Di dunia maya, akun-akun yang berisi komentar mendukung foke dinamakan, ‘pasukan nasi bungkus’. Tidak mau kalah, simpatisan foke-nara juga menyebut, akun yang membela-bela Jokowi-ahok sebagai ‘tim sego kucing’.
Entah siapa yang memulai duluan. Tapi memang jika kita melihat komentar-komentar mereka di dunia maya/sosial media, komentar-komentar mereka memang cenderung kurang sopan, yaitu dengan menggunakan huruf kapital, membawa-bawa nama binatang, kata-kata kotor, porno, dan juga bernuansa SARA. Tapi ada juga yang membela jagoannya dengan berbagai argumentasi tentang keberhasilan, program, serta visi dari jagoannya. Pembaca, bisa melihat dan menilai sendiri, tim mana yang lebih sopan, bijak dan benar dalam memberikan komentar di social media. Ingin melihat sendiri komentar-komentar “pasukan nasi bungkus” vs “tim sego kucing”, Ini dia nama fanpagenya, “Joko Widodo dan Basuki T Purnama untuk Jakarta Baru”. Yang lebih seru ada di page yang namannya, “Gerakan Anti Foke”, serta di “Forum Pemenangan Foke-Nara”. Wahh,,sayangnya kayanya saya baru aja didepak nih dari lapaknya Forum Pemenangan Foke-Nara. Padahal, belum ada 24 jam saya bergabung di grup itu. Tak apalah.  
Lucu, karena pertarungan elit, masyarakat mau-maunya di adu domba. Meskipun lewat sosial media. Yang dibawah saling adu mulut, yang diatas sedang enak-enaknya ngopi sambil duduk di kursi goyang. Dagelan apa lagi ini.
Inilah suasana pilgub  DKI Jakarta, banyak memuat dagelan politik yang membuat kita tertawa, geleng-geleng kepala, sampai geli sendiri melihat para wayang politik memainkan lakon “Pilgub DKI Jakarta tahun 2012” dalam acara Opera van Jakarta.
Masyarakat bisa menilainya sendiri, mana yang lebih lucu, Opera van Jakarta yang dilakonkan oleh Foke, Nara, HNW, Suryadarma Ali, Bang Haji Rhoma Irama, Jokowi, PKS, PPP, Golkar, Demokrat dan lainnya, atau Opera van Java diperankan oleh Sule, Andre, Parto, Nunung, dan Azis gagap. Mana yang lebih menarik untuk disimak? Bagaimana kelanjutan kisah Opera van Jakarta dalam lakon “Pilgub DKI Jakarta tahun 2012”? jangan kemana-mana tetap di Opera van Jakarta, yaaaaa eeeeeee…….  
Akhir kata, Disana gedung disini gedung, ditengah-tengahnya Balai kota, Calonnya bingung, partainya bingung, yang penting masyarakat bisa sejahtera. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA DULU ATAU LOGISTIK DULU?

Tak Melulu Salah Menitipkan Anak pada Orang Tua

SURAT CINTA UNTUK RASULULLAH SAW