Pesta Demokrasi dalam Pesta Bola: Membaca Strategi Partai Politik dalam Pemilu 2014

Oleh: Oki Kurniawan, S.IP.*

            Tahun 2014 hampir dipastikan bahwa masyarakat dunia akan larut dalam perhelatan pesta bola dalam ajang FIFA World Cup 2014 yang diadakan di Brazil. Masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia tentu akan turut larut dalam gelaran pesta bola tersebut. Tidak hanya menjadi penonton dalam gelaran World Cup. Tim sepakbola Indonesia juga akan menunjukkan kebolehannya dalam mengolah si kulit bundar di level Asia dan Asean. Di level senior timnas Indonesia akan berlaga di AFF Cup. Timnas kategori U-23 akan berjuang di gelaran Asian Games. Tidak mau ketinggalan, timnas Indonesia U-19 akan unjuk gigi di kejuaran AFC Cup yang akan diselenggarakan di Myanmar.

Selain dapat menikmati pesta bola, masyarakat Indonesia tahun ini juga akan melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan. Pemilihan Umum merupakan sebuah jembatan emas untuk merubah kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejauh ini masih dianggap belum mampu membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat.

             Secara sederhana, demokrasi dapat dikatakan sebagai sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam pengertian ini, rakyat yang memiliki wewenang menjalankan segala bentuk aktivitas pemerintahan. Akan tetapi, proses penyelenggaraan pemerintahan tidak bisa dilakukan oleh keseluruhan rakyat. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan oleh sebagian orang yang merupakan wakil rakyat, dan dipilih melalui mekanisme pemilihan umum. Mariana & Paskarina (2008: 5) menyebutkan bahwa pemilu menjadi prasyarat dalam kehidupan demokratis sehingga melalui pemilu sebenarnya rakyat sebagai pemegang kedaulatan akan: pertama, memperbarui kontrak sosial; kedua, memilih pemerintahan baru; ketiga, menaruh harapan baru dengan adanya pemerintahan baru”. Demokrasi tidak akan bermakna tanpa adanya pemilihan umum. Dan pemilihan umum akan terasa hambar bila tidak ada partai politik.

            Seperti halnya dalam turnamen Piala Dunia. Semua tim ingin mengalahkan tim lain untuk menjadi satu-satu tim yang berhak meraih trofi Piala Dunia. Partai politik yang menjadi peserta pemilu 2014 juga berusaha untuk memenangkan pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Oleh karena itu, partai politik sudah menyiapkan skuad serta strateginya untuk memenangkan pemilu tahun 2014 dan menjadi the rulling party di pemerintahan berikutnya.
Pola Serangan Datar dan Serangan Udara
Tak ubahnya seperti bermain sepakbola, partai politik juga menerapkan pola permainan kombinasi antara serangan datar dari kaki ke kaki (tiki-taka) dan juga pola serangan udara, tujuannya untuk menggolkan hati pemilih untuk mencoblos partai atau kandidat yang diusungnya.

            Strategi bola-bola datar yang dilakukan oleh partai politik yaitu dengan menggunakan metode-metode yang bersifat populis. Pola ini yaitu dengan mendatangi langsung masyarakat, misalnya dengan cara blusukan ke kampung-kampung, pasar, terminal, taman, kampus, maupun tempat umum lainnya yang menjadi basis aktivitas masyarakat. Cara lainnya yaitu dengan menggandeng tokoh-tokoh populer untuk menarik psikologis pemilih, misalnya dengan menggandeng tokoh agama, budayawan, maupun tokoh adat.

Berkaca dari berbagai pilkada yang menunjukkan bahwa kerja mesin partai politik bukan lagi menjadi faktor penentu kemenangan dalam pemilu, akan tetapi figur yang diusung menjadi pertimbangan utama bagi pemilih untuk memilih pemimpinnya.

            Strategi lain yaitu dengan memainkan bola-bola atas, yaitu dengan serangan udara. Partai politik mengudara dengan menggunakan pesawat televisi berbentuk iklan politik, maupun propaganda melalui siaran-siaran acara televisi. Dengan mengudara melalui televisi ini, partai politik bisa menjangkau masyarakat dengan jumlah lebih banyak dan lebih luas. Partai politik ataupun kandidat berlomba untuk memanfaatkan kedahsyatan media iklan guna mengakomodasi pencitraan mereka kepada masyarakat.             

            Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, media massa menjadi saluran utama dalam mempengaruhi masyarakat terutama dalam masa kampanye pemilu. Dalam pemilu 2014, masyarakat digempur oleh berbagai iklan politik di televisi. Mulai dari iklan yang memunculkan visi-misi partai politik, sampai dengan iklan kampanye yang bernuansa “geje” alias nggak jelas.

Tidak mengherankan iklan-iklan partai politik banyak menghiasi layar kaca kita. Disamping karena kekuatan finansial partai politik, hal ini juga tidak bisa dinafikan dari kenyataan tidak sedikit elit partai politik yang juga merupakan pemilik media massa.  

Bagi partai politik maupun kandidat yang berkantong tebal, tentu dapat mengkombinasikan pola permainan bola-bola datar maupun serangan udara. Untuk membentuk citra serta opini positif dari masyarakat, yang dapat meningkatkan elektabilitasnya dalam pemilu.
Efektivitas Serangan Parpol dalam Menggolkan Pilihan Pemilih
            Berbagai strategi kampanye yang dilakukan oleh partai politik dan para calon legislatif, apakah bisa mempengaruhi pilihan pemilih?

Kecenderungan sebagian besar masyarakat Indonesia, terlebih yang berada di kota-kota besar yaitu sudah apatis terhadap pemilihan umum, terlebih pemilu legislatif. Hal ini tidak terlepas dari adanya paradigma negatif terhadap calon legislatif. Dalam kerangka berfikir masyarakat seolah telah terbangun paradigma bahwa anggota legislatif itu cenderung malas, koruptif, dan sifat-sifat negatif lainnya. Di tambah lagi dengan pola kampanye jalan pintas, yaitu menyuap pemilih dengan uang Rp 50.000 sampai Rp 100.000 untuk memperoleh dukungan suara. Kenyataan ini turut menambah keyakinan para pemilih untuk golput di pemilu legislatif. Berbeda dengan pemilu presiden-wakil presiden, masyarakat mungkin akan mempertimbangkan kandidat yang akan berkompetisi.

            Sebagian besar masyarakat Indonesia pasti mengetahui bahwa tanggal 9 April adalah pelaksanaan pemilu. Namun, berapa banyak yang menyadari bahwa tanggal 9 April adalah pemilu legislatif dan apa dampak dari pemilu legislatif?

            Tuhan menciptakan makhluk dan alam semesta ini tidak dengan kesia-siaan. Begitupun dengan manusia menciptakan sistem demokrasi dan sistem pemilu, selalu ada maksud dan konsekuensi di dalamnya. Dalam pandangan penulis, setidaknya ada dua urgensi dari pemilu legislatif. Dan ini yang membentuk alasan untuk memilih dalam pemilu legislatif.

            Pertama, yaitu rakyat perlu diwakili. Meskipun kedaulatan ada di tangan rakyat. Pemerintahan di jalankan dari, oleh, dan untuk rakyat. Namun, tidak serta merta lebih dari 250 juta jiwa rakyat Indonesia bisa menjalankan roda pemerintahan. Rakyat Indonesia memerlukan wakil rakyat untuk duduk di DPR RI, DPD, dan juga di DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Anggota-anggota dewan yang duduk di parlemen berfungsi sebagai wakil dari rakyat. Dengan memilih wakil rakyat yang kompeten, baik, dan berintegritas. Semoga demokrasi bukan hanya menjadi pola prosedural lima tahunan, tetapi nilai-nilai substansi demokrasi yaitu freedom, equality, justice, dan humanity bisa terwujudkan, minimal selama lima tahun ke depan.

            Kedua, yaitu berpengaruh pada kestabilan politik selama lima tahun mendatang. Pemilu 2014 masih menggunakan Parliamentary Treshold dan Presidential Treshold. Parliamentary Treshold yaitu ambang batas parlemen sebesar 3,5%. Partai yang mendapatkan suara minimal 3,5% dari jumlah suara sah, akan bisa masuk ke parlemen. Bila memiliki suara kurang dari 3,5% maka partai tersebut tidak lolos ke parlemen dan tidak bisa mengikuti pemilu lima tahun mendatang. Adanya ambang batas parlemen ini bertujuan untuk menyederhanakan partai politik secara alami.

            Pemilu 2014 juga masih menggunakan sistem Presidential Treshold yaitu ambang batas partai politik untuk mengajukan presiden dan wakil presidennya. Partai politik yang memperoleh suara sebesar 20% kursi DPR dan 25% perolehan suara sah secara nasional, dapat mengusung capres dan cawapresnya sendiri, tanpa perlu berkoalisi dengan partai lainnya. Pada pemilu tahun 2009, hanya Partai Demokrat yang lolos presidential treshold, partai lainnya harus berkoalisi untuk mengajukan kandidat capres-cawapresnya.

            Bila presiden dan wakil presiden (eksekutif) yang terpilih memiliki basis dukungan yang kuat di parlemen, tentu akan lebih memuluskan berbagai program yang akan dijalani tanpa harus melakukan lobi-lobi politik dengan parpol lain yang ada di parlemen. Kebanyakan, lobi-lobi politik yang terjadi, cenderung digunakan untuk melakukan transaksi-transaksi politik yang bersifat koruptif.

            Sepakbola selalu menarik untuk ditonton, karena menyuguhkan berbagai kesan glamor, mengandung berbagai intrik, sampai dengan menunjukkan sikap sportif. Begitu juga dunia politik. Arah gocekan, operan, serta tembakannya selalu menarik untuk diikuti. Semoga permainan politik di negeri ini bukan hanya menonjolkan kesan glamor dan penuh intrik, tetapi juga tetap mengedepankan sikap sportif. Salam Olahraga…!!!!


*Pemerhati politik dan pemerintahan   

Komentar

  1. Kak Awan, ini Tantan.Kita kenal pas ikut simulasi CAT online CPNS di Senayan.
    Kak, saya minta kontak kakak dong (pin bb, whatsapp, twitter, fb).
    Thanks

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA DULU ATAU LOGISTIK DULU?

Tak Melulu Salah Menitipkan Anak pada Orang Tua

SURAT CINTA UNTUK RASULULLAH SAW