Libur Macetttt
oleh: Oki Kurniawan
Sebagai kota Metropolitan, Jakarta
masih menyimpan berbagai masalah yang pelik. Namun, sebenarnya, masalah Jakarta
hanya satu dan itu itu aja. Apa? jeng
jeng jengg Banjir.
Lho kok ngga' nyambung dengan judul tulisan diatas Mas? Eiittssss,
tunggu dulu, banjir juga memiliki banyak varian lho. Ada banjir orang, banjir air, banjir kendaraan, banjir diskon,
banjir cibiran, dan masih banyak yang lainnya. Varian banjir yang kesatu sampai dengan ketiga, ini memiliki
hubungan yang sangat erat, dan terkadang bisa saling menghasilkan hubungan
sebab-akibat.
Banjir kendaraan dapat menyebabkan
kemacetan. Banjir air pun disebabkan karena adanya kemacetan, kemacetan di
aliran air. Banjir orang pun bisa menyebabkan banjir air dan banjir kendaraan.
Sudahh Sudahh Sudahhh. Sesuai dengan judul, kita bahas varian banjir yang ketiga, banjir
kendaraan.
Tahun berganti, rezim berganti. Sudah
banyak usaha yang dijalani oleh pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta
bersama dengan Pemerintah Pusat untuk mengatasi masalah kemacetan di Ibukota.
Dulu ada program 3 in 1, ada juga pengaturan jam masuk sekolah, pembangunan busway, pembangunan tol dan jalan layang
non-tol. Sampai dengan kebijakan ganjil-genap yang terus-terusan diperpanjang.
Segala usaha telah dilakukan,
berbagai program telah dijalankan, namun tetap saja kemacetan belum juga dapat
dienyahkan dari menu perjalanan sehari-hari warga Jakarta. Sabaarrrrrrrr Bossque….
Eitttsssss,,, tunggu dulu. Sadar ngga sih,
sebenarnya ada lho saat Kota Jakarta
yang baru juara Liga 1 ini terbebas dari deraan kemacetan. Kapan tuh? Setidaknya ada 3 momentum dimana kita merasakan jalanan
ibukota sangat bersahabat. Membuat semangat untuk pergi kerja atau ngantor. Tak ada kemacetan, tak ada bunyi bising klakson kendaraan
di sekitar lampu merah. Dan hasrat untuk ngegasss kendaraan pun tersalurkan, karena pada hari biasanya, kita
terbiasa ngegass dengan menggunakan mulut. Gaspolllll….
1. Saat Libur Anak Sekolah
Banyak orang berpendapat bahwa
perpindahan penduduk atau orang, dari desa ke kota didominasi oleh faktor
kebutuhan. Orang berpindah demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak
bisa di penuhi di tempat asalnya. Jadi, perpindahan penduduk bisa dianalogikan
seperti perpindahan angin. Angin berpindah dari tekanan udara yang tinggi ke
tekanan udara yang rendah.
Manusia berpindah karena adanya
tekanan, tekanan hidup. Hidup manusia dipengaruhi oleh Need dan Stress. Bila
kebutuhan seseorang tidak bisa dipenuhi di tempat asalnya, maka akan
menimbulkan stres. Ketika tingkat stres seseorang semakin tinggi dan Ia menilai
kebutuhannya tidak bisa dipenuhi di tempat asalnya, maka Ia akan berfikir untuk
berpindah atau bermigrasi.
Nah, pendapat-pendapat ini juga yang
bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena perpindahan penduduk dari desa ke
kota. Banyak kebutuhan penduduk yang tidak bisa dipenuhi di desa, sehingga
banyak orang harus melakukan hijrah
ke kota. Di kota, alat atau sarana pemuas kebutuhan, seperti lapangan
pekerjaan, fasilitas kesehatan, pendidikan, perbelanjaan, dan fasilitas lainnya
bisa dengan mudah ditemui.
Ketersediaan berbagai macam fasilitas
di Jakarta, yang dapat memenuhi kebutuhan, membuat banyak orang bermigrasi ke Jakarta.
Efeknya, Jakarta pun dilanda banjir orang. Termasuk fasilitas pendidikan di
Jakarta. Di kota ini tersedia ratusan bahkan ribuan sekolah, baik sekolah negeri
maupun yang swasta. Disini terdapat sekolah yang elite dan bonafide sampai
dengan sekolah yang untuk biaya pendidikannya pun dibiayai oleh pemerintah.
Kenapa libur anak sekolah dapat
berkontribusi untuk mengurangi kemacetan Jakarta? Karena ehhh karena, Saat liburan anak sekolah kita tak lagi melihat ada
Macan Ternak (eMak-emAk CANtik NganTER aNAK) dengan membawa mobil atau
kendaraan pribadi lainnya di jalanan. Masa liburan sekolah turut mengurangi
populasi “macan ternak” di jalan raya. Sehingga jalanan ibukota bisa sedikit
lebih lengang. Mungkin hanya penjaga sekolah yang tidak ingin adanya libur anak
sekolah. Karena tidak bisa melihat mamak-mamak cantik nan sholehah (karena
sayang ke anaknya).
2. Saat Libur Lebaran
Berhubung kota Jakarta merupakan kota
metropolitan. Dan banyak orang mencari mencari nafkah di tempat ini. Banyak
lapangan pekerjaan yang ada di Jakarta, dari mulai pekerja lepas (freelancer) sampai dengan pekerjaan kantoran
(officer). Dari profesi preman jalanan,
sampai dengan preman berdasi, ada di Jakarta. Banyak orang bilang, di Jakarta
apapun bisa jadi duit, asal tetep ingin berusaha.
Itulah mengapa banyak orang
berbondong-bondong datang ke Jakarta. Sampai Koes Plus pun bernyanyi “Ke Jakarta Aku kan Kembali”, dan Sheila
On 7 pun ikut-ikutan dengan senandung “Tunggu
Aku di Jakarta”. Para musisi pun menyerukan
untuk ke Jakarta. Wedeeeew….
Saat musim libur Lebaran, datanglah
ritual tahunan khususnya pagi warga muslim Indonesia yaitu mudik. Pulang
Kampung. Tak afdol rasanya bila merayakan Hari Raya Idul Fitri tanpa sungkem kepada Ibu-Bapak atau berkumpul
bersama keluarga yang ada di kampung halaman.
Saat mudik Lebaran, yang tertinggal
di Jakarta hanyalah warga ibukota yang kampung halamannya memang ada di Jakarta.
Ditambah dengan warga yang mungkin sudah lupa kampung halamannya ada di halaman
berapa. Daripada salah halaman, lebih baik berlebaran saja di Jakarta saja. (Noted: bila ingin mengetahui jumlah
penduduk di DKI Jakarta yang akurat, mungkin baiknya BPS mengadakan sensus pada
saat Hari Raya Idul Fitri).
Kondisi jalanan yang lengan, membuat
jalannya silaturahmi menjadi lancar jaya. Atau bila mau mengunjungi
tempat-tempat wisata di Jakarta semakin menyenangkan. Namun, ketika sampai di
lokasi wisata, kita akan kembali melihat kawasan wisata yang dibanjiri orang.
3. Saat Libur Natal dan Tahun Baru
Nah, Bagi penghuni Kota Jakarta yang mendiami kota ini di akhir
tahun, pasti merasakan kegembiraan yang tidak bisa dirasakan pada hari-hari
lainnya. Jalanan ibukota saat ini terasa sangat bersahabat. Data dari Jasa Marga (Persero), pada Jumat tanggal 22
Desember 2018 malam, tercatat ada 93.600 kendaraan sudah keluar dari Jakarta
melalui Gerbang Tol Cikarang Utama (kompas.com
22/12/2018). Selanjutnya, pada periode 28-31 Desember 2018, kendaraan yang
meninggalkan Jakarta melalui ruas tol Cikampek dan Jagorawi tercatat sebanyak
286.172 kendaraan yang melintas melalui Gerbang Tol Cikarang Utama (kompas.com 2/1/2019). Meskipun tidak
sebesar 7 juta ataupun sejumlah 70 juta, seperti isu hoax surat suara
yang tercoblos, namun jumlah kendaraan yang meninggalkan Jakarta pada musim
libur Nataru (Natal dan Tahun Baru) cukup membuat senang warga Jakarta yang
tidak dapat merasakan euforia libur karena tidak bisa cuti loyalitas
pada pekerjaan.
Saat libur Natal dan Tahun baru ini
banyak dimanfaatkan orang untuk mengambil cuti. Dengan mengambil cuti 2-3 hari,
para pekerja sudah bisa menikmati 6-8 hari liburan. Belum ditambah lagi bila
ingin menghabiskan sisa jatah cuti di tahun tersebut. Liburan bisa sampai
minggu kedua Januari. Pada liburan Natal dan Tahun Baru, penghuni jalanan
Jakarta adalah para pegawai baru yang belum memiliki jatah cuti atau karyawan
Bank, Leasing, atau perusahaan-perusahaan Asuransi yang memilih untuk masuk
kerja demi mengejar target produksi pendapatan (closing).
Melihat kondisi diatas, ternyata ada
solusi untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Tak perlu dengan pembangunan
infrastruktur yang membutuhkan waktu bertahun-tahun dan anggaran yang besar.
Cukup dengan mengadakan “Libur Panjang”, kemacetan Jakarta akan terurai dengan
sendirinya. Banjir kendaraan dan banjir
orang yang selama ini menggenangi Jakarta akan berpindah ke daerah-daerah lain
seperti ke daerah Puncak Bogor, Bandung, Lembang, Tol Jakarta-Cikampek. Dan
banjir air pun dapat diminimalisir, karena orang yang berada di Jakarta semakin
minim.
Mungkin gagasan mengadakan Libur
Panjang ini bisa jadi salah satu program yang bisa diadopsi oleh paslon capres
nomor 10, Nurhadi-Aldo untuk mengatasi kemacetan di kota Jekardahh atau di
kota-kota besar lainnya. Saya yakin, suara warga Jekardahh akan tertuju padamu.
ting ting ting…
Komentar
Posting Komentar