Tak Melulu Salah Menitipkan Anak pada Orang Tua

oleh : Oki Kurniawan


Akhirnya saya merasakan juga menjadi orang tua. Masih terngiang bagaimana rasanya saat 8 bulan lalu mendampingi istri saya melahirkan anak pertama kami. Di tengah situasi pandemi yang saat itu masih baru muncul di bumi pertiwi. Rumah sakit sangat ketat dalam menyeleksi pasien yang masuk, juga pendamping pasien.

Setelah selesai cuti 3 bulan, mulai muncul kegalauan kepada siapa bayi ini akan dititipkan saat kami bekerja di kantor? Terlebih saat ini kita sedang berada di masa pandemi. Dalam kondisi normal, mencari pengasuh bayi yang tepat saja rasanya susah. Ya, sampai juga kami pada kegalauan yang umumnya dialami ibu-ibu yang bekerja. 

Ada berbagai opsi sebenarnya. Mencarikan pengasuh, menitipkannya ke daycare atau menitipkan ke orang tua. Untuk mencari pengasuh, kami belum begitu yakin. Ditengah pandemi, kami masih khawatir untuk memasukan orang lain ke dalam rumah. Wabah ini sangat canggih. Orang yang terpapar Covid-19, bisa saja terlihat sehat dan tanpa gejala.

Kita tak pernah tau kemana saja mobilitas dan interaksi calon pengasuh anak kita. Apalagi bila sistem kerja pulang pergi (PP). Pun begitu ketika ingin menitipkan anak ke daycare. Selain banyak daycare yang tidak beroperasi di masa pandemi.  

Memang banyak juga pendapat yang melarang menitipkan anak kepada orang tua. Paradigma sebagian besar masyarakat kita masih menilai bahwa sebaiknya perempuan di rumah saja. Urusan mencari nafkah menjadi tanggungjawab laki-laki. Bila urusan mengurus anak dan mendidik anak diserahkan ke orang tua atau orang lain, kapan ibu bisa belajar menjadi orang tua.

Saya tak bermaksud membandingkan mana yang lebih hebat, ibu yang bekerja atau ibu yang di rumah bersama anak. Keduanya adalah pilihan yang tepat.

Berkarir sebagai ibu rumah tangga, adalah pilihan yang baik bagi perempuan. Ia berani untuk membebaskan dirinya dari tuntutan sosial yang memacu gengsi bila hanya menjadi ibu rumah tangga. 

Namun, para ibu yang memilih bekerja juga patut diacungi jempol. Mereka berani untuk mengambil tanggungjawab lainnya. Tanggungjawab dikantor, dan tanggungjawab dirumah sebagai seorang ibu juga istri.

Pertimbangan lainnya, bahwa sudah tidak sepatutnya kita merepotkan orang tua yang sudah sepuh. Pekerjaan mengasuh dan menjaga cucu yang bukan pekerjaan ringan. Tingkah anak-anak balita, umumnya membutuhkan upaya lebih untuk menjaganya. Orang tua kita sudah cukup lelah mendidik dan mengasuh kita, masa sih di usia senjanya masih direpotkan oleh pekerjaan yang sama.

Selain itu, tugas orang tua dalam mendidik anak. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak. Konon, anak sudah belajar dari sang ibu sejak ia berada dalam kandungan. Anak belajar tentang sentuhan maupun suara ibunya. Begitupun ketika telah lahir, anak belajar berbagai hal dari sang ibu.

Beruntungnya kami, di era pandemi ini kami masih bisa bekerja. Dan kantor pun menerapkan sistem kerja work from home (wfh) dan work in office (wio). Dalam 5 hari kerja, biasanya maksimal bekerja di kantor adalah 3 hari. Sisanya bisa bekerja di rumah. Inilah sisi positif dari pandemi. Hadirnya pandemi juga berefek pada hadirnya work-life balance. Harmoni antara kehidupan kantor dan keluarga.

Dengan mempertimbangkan berbagai pandangan serta kondisi kekinian, memutuskan untuk menitipkan anak ke orang tua adalah pilihan yang mau tidak mau harus dipilih saat ini. Mesti begitu, memang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan disiapkan. 

Pertama, ada kerelaan diantara anak dan orang tua. Inilah hal pertama yang harus dipenuhi. Orang tua rela untuk dititipi. Dan kita juga rela anak dititipkan kepada orang tua. Meskipun orang tua kita telah berpengalaman dalam mengasuh anak, namun, pola pengasuhan orang tua zaman milenial berbeda dengan orang tua zaman kolonial. Kebanyakan kakek atau nenek, menunjukkan kasih sayang kepada cucu dengan memanjakannya. Untuk itu perlu komunikasi dan sama-sama saling belajar, untuk membangun kerelaan tersebut.  

Kedua, memenuhi kebutuhan si anak sebelum dititipkan pada orang tua. Seperti susu, makanan, pakaian, pampers, serta mainan anak. Kondisi fisik orang tua kita tidak se-prima saat mengasuh kita dahulu. Jangan merepotkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak. Karena kebutuhan anak adalah tanggungjawab kita.

Ketiga, saat sedang bekerja dirumah (wfh) jangan bebankan pengasuhan kepada orang tua. Usahakan pada saat memandikan, menyuapi makan, atau membersihkan pup bayi, dilakukan oleh kita. Sehingga anak juga tetap merasakan kehadiran kita sebagai orang tuanya.

Saat wfh tetap atur waktu antara tugas kantor dan menjaga anak. Wfh, memang bukan berarti kita libur dalam bekerja. Wfh telah menghadirkan fleksibilitas dalam bekerja. Fleksibilitas dalam hal tempat, waktu maupun metode bekerja. 

Selanjutnya, bila memungkinkan komunikasikan dengan kantor terkait dengan jadwal wfh. Atur jadwal bergantian dengan Paksu. Sehingga ada yang menemani anak di rumah. Tentu saja, urusan mengurus anak bukan hanya menjadi wilayah domestik ibu. Paksu alias Bapak Suami juga memiliki tanggungjawab dalam mengurus dan mendidik anak.

Komentar

  1. Wahhh, ayah palsu hebat nih bisa menceritakan tentang pengasuhan anak. Sehat terus ya pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin. Terima kasih bu. Semoga sehat dan lancar juga ya menjalani masa kehamilannya. Btw, typo ya bu?

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA DULU ATAU LOGISTIK DULU?

SURAT CINTA UNTUK RASULULLAH SAW